Breaking News

Budayawan Darmaraja Tolak Pemindahan Situs Prabu Aji Putih

Darmaraja, Sumedang News - Sejumlah budayawan dan tokoh masyarakat di Kec. Darmaraja, menolak pemindahan situs makam leluhur Prabu Aji Putih di Kampung Cipeueut, Desa Cipaku, Kec. Darmaraja. Pasalnya, makam tersebut merupakan situs bersejarah. Prabu Aji Putih merupakan raja pertama Kerajaan Tembong Agung cikal bakal dari Kerajaan Sumedang Larang. Penolakan tersebut, sehubungan makam Prabu Aji Putih salah satu dari 25 situs yang terancam digenangi Waduk Jatigede.


“Sikap kami menolak jika situs makam Prabu Aji Putih dipindahkan ke lokasi lain. Sebab, makam tersebut makam leluhur Sumedang, khususnya Darmaraja. Sampai sekarang masyarakat banyak yang berziarah, termasuk peziarah dari luar kota. Bahkan mereka masih memegang kepercayaan, jika makam itu dipindahkan takut pamali hingga khawatir mendatangkan musibah bagi warga. Oleh karena itu, makam Prabu Aji Putih jangan sampai dipindahkan,” kata salah seorang budayawan di Kec. Darmaraja, Deni Muharam ketika dihubungi melalui telefon di Darmaraja, Rabu (1/1/2014).


Menurut dia, meski tak dipungkiri makam tersebut terancam digenangi karena berada di zona genangan Waduk Jatigede, namun sikap masyarakat Darmaraja hingga kini tetap menolak dipindahkan. Namun demikian, kuncen, sesepuh, budayawan serta para tokoh masyarakat di Darmaraja masih melakukan pembahasan risiko terbesar apabila makam leluhur terpaksa dipindahkan ke lokasi lain. “Sampai sekarang masih dalam pembahasan apabila konsekuensi terberat makam Prabu Aji Putih tetap harus dipindahkan,” ucap Deni.


Menanggapi hal itu, salah seorang budayawan Kab. Sumedang yang juga Ketua Museum Prabu Geusan Ulun (MPGU) Sumedang, Rd. Achmad Wiriaatmadja mengatakan, ada dua alternatif yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan situs bersejarah makam Prabu Aji Putih. Alternatif pertama, makam bisa terselamatkan atau tidak dipindahkan, jika ketinggian air genangan Waduk Jatigede tak sampai merendam makam tersebut. Alternatif kedua, jika makam itu benar-benar tergenang, harus diselamatkan dengan memindahkan ke lokasi lain yang strategis dekat waduk.


“Pemindahan menjadi jalan keluar satu-satunya untuk menyelamatkan makam Prabu Aji Putih, jika tergenang waduk. Ini resiko terkecil yang harus diterima oleh semua pihak dengan ikhlas dan lapang dada,” katanya.


Sebagai kompensasinya, kata dia, pemerintah pusat harus menyediakan lahan untuk pembangunan kawasan museum Jatigede. Di dalam kawasan itu, disediakan lahan khusus untuk pemindahan sejumlah situs bersejarah, termasuk makam Prabu Aji Putih. Pembangunan museum Jatigede dinilai sangat penting dan mendesak diwujudkan. Museum itu untuk mendokumentasikan atau mengabadikan semua kekayaan intelektual sejarah, budaya dan kebiasaan masyarakat Jatigede.


“Di dalam museum, nantinya ada dokumentasi sejarah dan budaya sebelum dan sesudah Jatigede digenang. Ini sangat penting untuk bahan pengetahuan sejarah anak cucu kita kelak. Bukan hanya situs saja, hal-hal yang bersifat Antropolgi, misalnya, peralatan rumah tangga hingga prilaku dan adat istiadat masyarakatnya harus diabadikan di dalam museum. Nama-nama warga di daerah genangan berikut alamatnya, harus tersusun dan terdata secara lengkap,” ujar Aom Achmad panggilan akrabnya.


Lebih jauh Aom Achmad menjelaskan, di kawasan museum Jatigede pun, harus dibangun kampung adat dan kebun binatang mini. Kebun binatang mini sangat diperlukan untuk melestarikan flora dan fauna yang ada di daerah genangan Waduk Jatigede. Karena bisa jadi, ada berbagai jenis tanaman dan binatang langka yang hanya hidup di daerah genangan Jatigede.


“Yang saya tahu, di daerah genangan ada semacam teluk yang menjorok langsung ke genangan Waduk Jatigede. Nah, lokasi kawasan museum Jatigede idealnya dibangun di teluk tersebut. Namun sayangnya, pemerintah pusat hanya menyediakan lahannya 2 hektare. Itu terlalu kecil, sebab kawasan museum harus luas. Kebutuhannya lahannya diperkirakan mencapai 6 sampai 7 hektare,” tuturnya. (A-67/A-147)



Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com/node/264465