Disdik Sumedang Minta Kemendikbud Evaluasi Pelaksanaan UN
SUMEDANG, (PRLM).- Dinas Pendidikan (Disdik) Kab. Sumedang meminta
Kemendikbud mengevaluasi sekaligus memperbaiki berbagai kelemahan dan
kendala yang terjadi di lapangan dalam penyelenggaraan UN (Ujian
Nasional) di Kab. Sumedang.
Berkaca pada pelaksanaan UN SMA dan SMP sebelumnya, berbagai kendala
tersebut diantaranya pendistribusian soal dan lembar jawaban UN
terlambat. Selain itu, masih ada beberapa sekolah yang kekurangan
amplop soal dan lembar jawaban sehingga terpaksa harus memotocopy.
Kendala lainnya, suasana pelaksanaan UN cenderung tegang atau “sakral”
dengan pengawasan ekstra ketat. Kondisi itu membuat beberapa orang siswa
atau peserta ujian stress dan depresi. Dampaknya, mereka tidak
mengikuti ujian.
“Kami mengharapkan Kemendikbud mengevaluasi berbagai kendala yang
terjadi di lapangan dalam pelaksanaan UN ini, sekaligus dicari
solusinya. Hal itu, supaya berbagai kendala itu tidak terulang lagi
pada UN SD dan MI, 6 Mei nanti,” ujar Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik)
Kab. Sumedang, Drs. Herman Suryatman, M.Si., disela “Karnaval Motekar
dalam Memperingati Hari Jadi Kab. Sumedang ke-435 tahun 2013” di
Alun-alun Sumedang, Minggu (28/4/13).
Menurut dia, penyaluran naskah soal dan lembar jawaban UN dinilai
sangat mepet, baru diterima rayon sehari menjelang pelaksanaan UN.
Untungnya, dalam beberapa jam rayon sudah bisa menyalurkan kembali ke
setiap sub rayon (sejumlah sekolah) sehingga bisa dikirim lagi tepat
waktu pada pelaksanaan UN. Idealnya, naskah sudah diterima rayon paling
lambat dua hari sebelum UN.
“Selain itu, penyediaan naskah harus tepat jumlah sesuai kebutuhan,
jangan sampai kekurangan. Sebab, masih ada beberapa sekolah yang
kekurangan naskah dalam satu amplop atau untuk 20 peserta di satu ruang
ujian. Kalau kurang satu-dua lembar naskah, bisa ngambil dari cadangan.
Tapi kalau kurangnya satu amplop, terpaksa harus difotocopy. Ini menjadi
kendala dari segi managemen pendistribusian naskah ujian yang mesti
diperbaiki,” ujar Herman.
Dari segi substansi, lanjut dia, soal ujian untuk peserta sekolah
kejar paket B dan C bobotnya hampir sama dengan soal untuk peserta
sekolah konvensional (SMA dan SMP). Padahal, latarbelakang pendidikan
dan pengetahuannya berbeda. “Harusnya pemberian soalnya proporsional
disesuaikan dengan latarbelakang pendidikannya, antara sekolah
penyetaraan dengan konvensional,” tuturnya.
Lebih jauh Herman menjelaskan, sementara dari sisi psikologis,
suasana dan kondisi pelaksanaan UN cenderung tegang dan “sakral”
sehingga berdampak pada psikologis siswa. Suasana tersebut, menyebabkan
ada beberapa peserta yang stres dan depresi. Akibatnya, mereka tidak
mengikuti ujian.
“Saya saya pantau, di Sumedang ada dua orang peserta (siswa) yang
stres dan depresi sehingga tidak mengikuti ujian. Ini diketahui,
setelahnya saya mengunjungi rumahnya dan berkonsultasi langsung dengan
mereka. Saya ingin, UN ini bisa terima oleh peserta dengan penuh suka
cita dalam suasana kegembiraan, bukan ketegangan dan ‘sakral’.
Bagaimana metodenya, silakan pusat memikirkannya. Jangan sampai, situasi
tersebut malah membebani siswa,” ujarnya.
Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com/node/232854