Breaking News

Kenaikan Dollar tak Pengaruhi Harga Kedelai

kedelai
Kedelai (Sumber:www.rimanews.com)

SUMEDANG -Kenaikan harga dolar AS akhir-akhir ini hingga menembus Rp 11.900 per dolar AS, tidak memengaruhi harga kedelai. Hal itu ditandai harga kedelai di Kab. Sumedang hingga kini relatif stabil kisaran Rp 8.500-8.600 per kilogram.

“Meski sebetulnya harga normal kedelai sesuai ketentuan pemerintah Rp 7.490 per kilogram, namun harga sekarang Rp 8.500-8.600 per kilogram dinilai masih stabil. Tak seperti dulu, saat harga kedelai bergejolak hingga sempat menembus Rp 9.600 per kilogram,” kata Ketua Koperasi Perajin Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Kab. Sumedang, Nono Sungkono ketika ditemui di kantornya, Jumat (6/12/2013).

Menurut dia, jika harga kedelai melonjak, dipastikan Gabungan Kopti (Gakopti) pusat akan melayangkan surat pemberitahuan langsung kepada Kopti di setiap daerah kabupaten/kota, termasuk di Kab. Sumedang.

“Namun, sampai sekarang belum ada pemberitahuan terkait kenaikan harga kedelai. Oleh karena itu, harga kedelai masih stabil atau tidak ada kenaikan. Terlebih, saat ini belum ada keluhan dari para perajin tahu dan tempe, terkait kenaikan harga kedelai,” tutur Nono.

Selain harganya masih stabil, lanjut dia, pasokannya pun dinilai lancar dan mencukupi. Persediaan kedelai di Kopti Kab. Sumedang masih mencukupi sebanyak 10-20 ton per minggu.

Persediaan sebanyak itu, disalurkan kepada 134 perajin tahu dan tempe anggota Kopti. Sementara jumlah perajin tahu dan tempe se-Kab. Sumedang seluruhnya mencapai 298 orang. “Alhamdulillah, persediaan kedelai sampai sekarang masih mencukupi,” katanya.

Lebih jauh Nono menjelaskan, sebetulnya kenaikan harga kedelai tidak terlalu dipengaruhi kenaikan dolar AS, melainkan lebih disebabkan permainan para importir kedelai.

Akibat tata niaga impor kedelai dari Amerika Serikat dikuasai importir, sehingga mereka seenaknya mempermainkan harga kedelai dalam negeri. Bahkan kecenderungannya, mereka terus menaikan harga kedelai hingga terjadi gejolak di para perajin tahu dan tempe.

“Kenaikan dolar AS, gagal panen di negara produsen Amerika Serikat dan terkendala cuaca buruk di laut, menjadi alasan klasik dari dulu. Bukan dihadang cuaca buruk, tapi kedelainya sengaja dibuang ke laut. Akibatnya, terjadi kelangkaan barang hingga harganya pun merangkak naik. Ketika itu terjadi, importir memanfaatkan situasi dengan mengimpor kedelai besar-besaran. Istilahnya, kedelai yang dibuang ke laut satu kapal, yang masuk ke dalam negeri sembilan kapal. Itu akal-akalan importir saja,” tutur Nono.

Dia menambahkan, sepanjang tata niaga kedelai dalam negeri dikuasai importir, harga kedelai akan terus fluktuatif dan kecenderungan harganya terus melonjak. Solusi satu-satunya supaya harga kedelai stabil, tata niaganya harus dikelola kembali oleh pemerintah melalui Perum Bulog.

“Mau tak mau tata niaganya harus dikembalikan lagi ke Bulog. Dulu saat dikelola oleh Bulog, mau menaikan kedelai Rp 5-10 per kg saja, semua Kopti se-Indonesia dirapatkan dulu. Jadi saat itu, kestabilan harga kedelai benar-benar dijaga. Tidak seperti sekarang. Sungguh ironis, Bulog dijatah oleh importir,” ujar Nono. (A-67/A-89)


Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com/node/261398