Pedagang Tahu Sumedang Mengeluh dengan Kenaikan BBM
SUMEDANG - Sejumlah pedagang tahu sumedang mengeluh dengan
kenaikan BBM. Sebab, dengan kenaikan BBM, usahanya semakin berat.
Dampak kenaikan BBM, akan memicu kenaikan biaya operasional hingga
merembet pada kenaikan harga jual tahu sumedang. Berbagai biaya
opersional tersebut, seperti pembelian tahu mentah dari produsen,
kenaikan gas elpiji, minyak goreng sampai kenaikan harga cabai rawit.
“Ketika biaya operasionalnya naik, otomatis harga jual tahu
sumedangnya pun akan naik. Jadi, kenaikan BBM ini menjadi sumber
kenaikan pada harga-harga lainnya. Kesulitannya, kenaikan harga jual
tahu sumedang ini tidak sebanding dengan menurunnya daya beli masyarakat
saat ini. Oleh karena itu, semakin berat usaha pedagang kecil tahu
sumedang,, pascakenaikan BBM kemarin,” kata Tatang (28) salah seorang
pedagang tahu sumedang di Jalan Pangeran Kornel, Sumedang, Minggu
(23/6/13).
Ia mengatakan, dampak kenaikan BBM akan memicu melonjaknya biaya
opersional penjualan tahu sumedang. Seperti halnya, kenaikan harga tahu
mentah dari produsen. Meski saat ini harga tahu mentah dari pabrik
belum naik, namun paling lambat dalam seminggu ke depan harga tahu
mentah dipastikan akan melonjak. Hal itu, seiring dengan kenaikan harga
bahan baku kacang kedelai.
“Contoh, sewaktu kenaikan BBM sebelumnya. Dari harga tahu mentah satu
ancak (isi 121 biji) Rp 17.000, naik menjadi Rp 19.000. Dengan
kenaikan harga BBM sekarang, dipastikan harga tahu mentah dari pabrik Rp
19.000 per ancak akan naik lagi menjadi kisaran Rp 21.000-22.000 per
ancak. Ditambah lagi, kenaikan harga minyak goreng, gas elpiji sampai
cabai rawit. Ketika biaya operasional naik, otomatis saya harus nambah
modal lagi,” ujar Tatang.
Imbas kenaikan biaya operasional, lanjut dia, dipastikan akan memicu
kenaikan harga jual tahu sumedang ke konsumen. Kenaikannya diperkirakan
mencapai Rp 100-150 per biji. Dari harga sekarang Rp 500 per biji, akan
naik menjadi Rp 600-650 per biji. Ada juga pedagang yang tidak
menaikan harga jualnya, melainkan memperkecil ukurannya.
“Akan tetapi, kebanyakan harga jualnya yang dinaikan. Cuma
kekhawatiran saya, kalau harga jualnya dinaikan, takut konsumennya
berkurang. Sebab pengaruh kenaikan BBM, daya beli masyarakat jadi
menurun. Oleh karena itu, bagi pedagang kecil seperti kami, cukup berat
menerima dampak kenaikan BBM ini. Apalagi dengan modal yang pas-pasan,”
ujarnya.
Lebih jauh Tatang menjelaskan, meski dampak kenaikan BBM memberatkan
usahanya, namun sampai sekarang dirinya sama sekali tak tersentuh
bantuan permodalan dari pemerintah. Bahkan keluarganya pun, sebelumnya
tidak pernah mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT), sebagai
kompensasi dampak kenaikan BBM bagi warga tak mampu. Sehubungan
sebelumnya tidak mendapatkan BLT, kemungkinan besar saat ini juga tidak
akan mendapatkan bantuan KPS (Kartu Perlindungan Sosial) atau BLSM
(Bantuan Langsung Sementara Masyarakat).
“Padahal, saya di rumah dapat beras raskin (keluarga miskin). Tapi
kenapa, BLT tidak dapat? Jadi, kemungkinan besar KPS dan BLSM pun tidak
akan dapat. Padahal, saya juga sangat membutuhkan untuk meringankan
biaya hidup keluarga,” tutur Tatang mengeluhkan.
Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com/node/239954