Lawasan Agribisnis Nangorak Sangat Memprihatinkan
SUMEDANG, (PRLM).- Kondisi kawasan Agribisnis Nangorak di pegunungan
Kareumbi, Kp. Nangorak, Desa Margamekar, Kec. Sumedang Selatan, merana
dan sangat memprihatinkan. Keberadaannya tak beda dengan pepatah, hidup
enggan mati pun tak mau.
Pengelolaan usaha pertanian, peternakan dan perikanannya, cenderung jalan di tempat. Kondisi serupa, dialami para karyawannya.
Selain gajinya relatif minim, juga masa depannya tak jelas. Karyawan
tersebut para petani dan peternak binaan UPTB (Unit Pelaksana Teknis
Badan) kawasan Agribisnis Nangorak, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Kab. Sumedang.
“Sampai-sampai, untuk membeli pupuk, pakan ternak termasuk gaji
karyawan sebagian didapat dari hasil pemasukan tiket para pengunjung
yang berkemah. Itu juga kalau ada yang camping (kemah), kalau tidak, ya
gigit jari,” kata petani dan peternak kawasan Agribisnis Nangorak, Ino
(40) ditemui di lokasi di Desa Margamekar, Kec. Sumedang Selatan, Minggu
(5/5).
Menurut dia, merananya kondisi kawasan Agribisnis Nangorak tersebut,
karena pengelolaan Agribisnis dan manajemen usahanya tidak jelas.
Bahkan program dan tujuannya pun samar-samar dan tidak terarah. Tak
heran, komoditas yang dikelola di kawasan Agribisnis itu sangat sedikit,
hanya strawberry dan melon.
Tidak ada satu pun komoditas sayuran yang dibudidayakan di tempat tu.
Bahkan pabrik pengelolaan jagung sudah tujuh tahun lamanya tidak
berfungsi hingga bangunannya dibiarkan terlantar.
“Kalau peternakannya hanya kambing. Di kolam, hanya ada ikan mujaer
saja. Kalau dulu tahun 2004 saat dikelola oleh pemerintah pusat yakni
BPPT (Badan Penelitian dan Pengkajian Teknik) di bawah Departemen Riset
dan Teknologi (Menristek-red), pengelolaan kawasan Agribisnisnya
optimal dan terarah. Contohnya, dari mulai ikan mas, nila gift hingga
patin, semuanya dibudidayakan di sini. Tapi sekarang, tinggal mujaer.
Prihatin,” ucap Ino warga Dusun Naringgul RT 01/RW 05, Desa Margamekar,
Kec. Sumedang Selatan.
Lebih jauh ia menjelaskan, biaya opersional untuk mengelola
pertanian, peternakan dan perikanan, didapat dari hasil penjualan
produksi pertanian.
Sebagian ditambah dari tiket pengujung yang berkemah. Namun
demikian, pendapatan yang didapat sangat pas-pasan, bahkan sering
kurang.
“Dari pendapatan yang minim itu, dibelikan lagi untuk saprotan
(sarana produksi pertanian), seperti pupuk dan obat-obatan. Makanya,
pengelolaan Agribisnis Nangorak ini tidak berkembang. Sebab, antara
pendapatan dengan belanja plus-plos,” ujarnya.
Bahkan, untuk membayar gaji 10 karyawan sudah kerepotan. Setiap
tahunnya, pengelola pasti menunggak tiga bulan gaji karyawan, yakni
Januari, Februari dan Maret.
Alasannya, anggaran dari APBD Pemkab Sumedang belum cair alias belum
ketok palu. Gaji yang diterimanya sebagai peternak kambing per hari Rp
30.000.
Sedangkan petani Rp 20.000 dari pagi sampai pukul 12.00 WIB atau
sabedug (sampai bedug zuhur). “Untungnya, pimpinan di sini Kepala UPTB,
Pak Dian Herdiana, baik dan pengertian terhadap karyawan. Terkadang,
pembayaran gaji karyawannya ditanggulangi dulu oleh beliau,” ujar Ino.
Ia mengatakan, lumpuhnya pengelolaan kawasan Agribisnis Nangorak,
sudah berlangsung lama hingga tujuh tahun. Hal itu berbarengan dengan
peralihan pengelolaan kawasan Agribisnis Nangorak dari pemerintah pusat
yakni BPPT kepada Bappeda Kab. Sumedang tahun 2007 lalu. Tidak
berkembangnya pengelolaan Agribisnis Nangorak, kemungkinan besar dampak
dari peralihan tersebut.
“Terbukti, sewaktu dikelola BPPT tahun 2004, berbagai kegiatan
penelitian dan pengkajian pertanian, peternakan dan perikanan berjalan
optimal. Anggaran dari APBN cukup memadai dan terjamin, bahkan banyak
para ahli. Akan tetapi, setelahnya dikelola Bappeda lambat laun
pengelolaannya kurang berkembang. Mungkin karena anggarannya sangat
terbatas sehingga berbagai kegiatannya tidak terbiayai,” tuturnya.
Ia mengharapkan, agar kawasan Agribisnis Nangorak berkembang hingga
berfungsi kembali sebagai kawasan terpadu pusat Agribisnis di Kab.
Sumedang, harus diperbaharui sistem dan manajemen pengelolaannya.
“Termasuk pengelolanya harus diganti. Dari Bappeda diserahkan kepada
dinas terkait yakni Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
serta Dinas Perikanan dan Perikanan Kab. Sumedang. Teu matching atuh ku
Bappeda mah,” ujar Ino.
Sumber : www.pikiran-rakyat.com/node/233732