90.000 KK Masih Tinggali RTLH
SUMEDANG (GM) - Kepala Bidang Kesejahteraan
Sosial pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kab. Sumedang,
Dr. Awandi menyebutkan, sampai saat ini terdata sebanyak 90.000 kepala
keluarga (KK) masih menempati rumah tidak layak huni (RTLH).
Mereka umumnya tidak memiliki pekerjaan tetap atau bekerja serabutan. "Angka itu, kami peroleh dari Badan Pusat Statistik," kata Awandi, kepada "GM" di ruang kerjnya, Jumat (3/4).
Menyikapi hal itu, pemerintah daerah akan mengusulkan sejumlah KK tersebut, untuk medapat bantuan program perbaikan rumah tidak layak huni melalui APBN.
Namun demikian, pihaknya tidak bisa menjanjikan atau menjamin seluruh KK itu dapat terakomodasi dalam program unggulan pusat tersebut. Pasalnya, ada tiga kriteria yang menjadi indikator untuk mendapat bantuan itu. Yaitu dilihat dari aspek bangunan rumah masih berdinding bilik, lantai dipelur, atapnya rusak serta pentilasi yang tidak baik. Semua aspek yang memenuhi syarat untuk mendapat bantuan, harus dalam kondisi rusak.
"Dengan demikian, jika salah satu syarat itu tidak terpenuhi, maka sudah dapat dipastikan, tidak akan mendapat bantuan tersebut," terangnya.
Disebutkannya, setiap tahun pemerintah daerah terus berusaha untuk mengajukan bantuan program perbaikan rumah tidak layak huni, kepada pemerintah pusat. Tahun ini saja, lanjut Awandi, sekitar 2.000 rumah sudah diusulkan.
Pihaknya berharap dari seluruh rumah yang diusulkan itu, disetujui untuk mendapatkan bantuan. Apalagi sebelum, seluruh rumah rumah yang diusulkan itu sudah melalui proses penilaian yang melibatkan unsure dinas teknis yang dibantu perangkat desa masing-masing. "Sebelum usulan itu disetujui, terlebih dulu akan turun tim dari pemerintah pusat, untuk melakukan verifikasi. Sehingga memenuhi syarat atau tidaknya suatu rumah untuk mendapat bantuan, itu tergantung penilaian dari tim verifikasi. Jadi dalam hal ini pemerintah daerah, hanya sebatas mengusulkan saja," ungkapnya.
Ditambahkannya, sejumlah KK yang menempati rumah tidak layak huni itu, pada umumnya memiliki pekerjaan tidak tetap atau bekerja serabutan. Disamping itu, mereka memiliki tanggungan hidup, lebih dari dua anak. "Sebagian besar dari mereka, bekerja serabutan atau menjadi buruh tani," ujarnya.
Mereka umumnya tidak memiliki pekerjaan tetap atau bekerja serabutan. "Angka itu, kami peroleh dari Badan Pusat Statistik," kata Awandi, kepada "GM" di ruang kerjnya, Jumat (3/4).
Menyikapi hal itu, pemerintah daerah akan mengusulkan sejumlah KK tersebut, untuk medapat bantuan program perbaikan rumah tidak layak huni melalui APBN.
Namun demikian, pihaknya tidak bisa menjanjikan atau menjamin seluruh KK itu dapat terakomodasi dalam program unggulan pusat tersebut. Pasalnya, ada tiga kriteria yang menjadi indikator untuk mendapat bantuan itu. Yaitu dilihat dari aspek bangunan rumah masih berdinding bilik, lantai dipelur, atapnya rusak serta pentilasi yang tidak baik. Semua aspek yang memenuhi syarat untuk mendapat bantuan, harus dalam kondisi rusak.
"Dengan demikian, jika salah satu syarat itu tidak terpenuhi, maka sudah dapat dipastikan, tidak akan mendapat bantuan tersebut," terangnya.
Disebutkannya, setiap tahun pemerintah daerah terus berusaha untuk mengajukan bantuan program perbaikan rumah tidak layak huni, kepada pemerintah pusat. Tahun ini saja, lanjut Awandi, sekitar 2.000 rumah sudah diusulkan.
Pihaknya berharap dari seluruh rumah yang diusulkan itu, disetujui untuk mendapatkan bantuan. Apalagi sebelum, seluruh rumah rumah yang diusulkan itu sudah melalui proses penilaian yang melibatkan unsure dinas teknis yang dibantu perangkat desa masing-masing. "Sebelum usulan itu disetujui, terlebih dulu akan turun tim dari pemerintah pusat, untuk melakukan verifikasi. Sehingga memenuhi syarat atau tidaknya suatu rumah untuk mendapat bantuan, itu tergantung penilaian dari tim verifikasi. Jadi dalam hal ini pemerintah daerah, hanya sebatas mengusulkan saja," ungkapnya.
Ditambahkannya, sejumlah KK yang menempati rumah tidak layak huni itu, pada umumnya memiliki pekerjaan tidak tetap atau bekerja serabutan. Disamping itu, mereka memiliki tanggungan hidup, lebih dari dua anak. "Sebagian besar dari mereka, bekerja serabutan atau menjadi buruh tani," ujarnya.
Sumber : http://www.klik-galamedia.com/90000-kk-masih-tinggali-rtlh