Breaking News

Disambut Dingin Petani

Disambut Dingin Petani
Sumedang News, Sukasari -  Wacana  World Health Organization (WHO)  memberlakukan program Frame Work Convention Tobacco Control (FWCTC) 2015 mendatang, disambut dingin oleh petani tembakau di Sumedang bagian barat (Kecamatan Sukasari, Tanjungsari, Cimanggung, Rancakalong, Jatinangor  dan Pamulihan). Rencana pela­rangan dan pengendalian tanaman tembakau oleh WHO itu  beralasan, mengingat  asap rokok dapat menimbulkan kebodohan, kemiskinan, dan penghamburan uang.
“Kami tidak mau ambil pusing terkait nasib petani tembakau kedepannya jika kebijakan WHO itu diberlakukan. Pasalnya,  memikirkan  nasib petani dan mengolah tembakau untuk saat ini saja,  masih bingung. Harga jual tembakau dinilai tidak seimbang dengan biaya produksi dan  pengolah tembakau, selalu mengeluhkan  mahalnya pita cukai,”  ujar seorang petani tembakau asal Desa dan Kecamatan Sukasari, Wawan Setiawan, SE, Rabu (20/3).

Kondisi saat ini, kata Wawan,  petani justru mengeluh minusnya biaya operasional.  Bantuan dari pemerintah, tidak bisa  dinikmati secara menyeluruh oleh petani tembakau. Karena, apapun jenisnya  bantuan itu, hanya bisa  dinikmati oleh petani yang tergabung di Kelompok Tani (Poktan) binaan pemerintah saja.
Petani tembakau lulusan Unwim Tanjungsari itu  meng­aku sedih karena  peta­ni bukan binaan pemerintah, hanya bisa menelan ludah melihat  petani binaan pemerintah  menerima  bantuan.

Padahal, petani yang tidak tergabung di Poktan binaan pemerintah, jumlahnya lebih banyak.
Sebenarnya,  yang membe­ri­kan kontribusi besar untuk  ko­moditi tembakau di Sume­dang, adalah  petani tembakau yang  bukan binaan pemerintah.  

“Rencana WHO meluncurkan kebijakan tersebut,  sebenarnya tidak terlalu membuat  petani tembakau resah. Karena, tanpa ada kebijakan itu pun, kondisi petani untuk  saat ini saja  sudah susah,” ucapnya.
Menurutnya, alasan petani masih tetap  bertanam komoditi tembakau, sekedar mempertahankan kiprah usaha warisan pendahulunya (orangtua). 

Bahkan, ada sebagian petani dan pengolah tembakau yang beralih komoditi akibat selalu merugi.
Ketua Asosiasi Petani Tem­bakau Indonesia (APTI) Jawa Barat, warga Desa/Ke­camatan Sukasari, Suryana mengatakan, para petani tembakau di Indonesia, khususnya di wila­yah Jabar  terancam mengalami kerugian. Dan, ancaman juga bisa dialami para petani di negara-negara lainnya.

“Kebijakan WHO itu diterapkan pada 2015, secara  otomatis ada pelarangan pengendalian produksi, perdagangan, dan konsumsi. Dengan adanya pelarangan itu, petani hanya bisa menanam saja. Untuk  harga dan penjualan tembakau, nantinya dikendalikan dunia. Dengan adanya aturan itu, para petani jelas keberatan dan dipastikan merugi,” ujar Suryana.

Sumber :  http://www.kabar-priangan.com/news/detail/8649