Rezeky Lebaran Tahu Sumedang Laris Manis Saat Arus Balik
BBC Indonesia Rezeky Lebaran Tahu Sumedang Laris Manis Saat Arus Balik |
Berada di Sumedang, tanpa membeli tahu, rasanya kurang lengkap. Hal tersebut dirasakan banyak kalangan, terutama pada saat libur hari raya Idul Fitri.
Setelah sebulan tidak berpuasa, merayakan hari raya dengan menyantap tahu sumedang kerap dilakukan para pemudik yang kebetulan melintasi Kota Sumedang.
Salah satu toko yang selalu melihat pelonjakan pembeli tahu sumedang saat arus mudik adalah toko Palasari millik keluarga Yayang.
"Sekarang banyak (pemudik) dari Jawa Tengah, Jawa Timur. Kadang-kadang ada orang Jawa Barat juga yang mereka itu bekerja atau beraktivitas seperti di Medan, apa di mana, biasanya waktu arus balik itu mereka masih nyempetinlah coba tahu sumedang," kata Yayang.
Pada hari biasa, Yayang yang sudah berjualan tahu dengan orangtuanya sejak tahun 1973 dapat meraup untung sekitar Rp 6.000.000 per hari.
Namun, pada bulan puasa, keuntungannya menurun karena tidak banyak yang membeli tahu.
Dengan padatnya Sumedang saat arus mudik, Yayang merasa mendapat berkah, setelah penjualan tahu sumedang selama bulan puasa menurun.
"Biasa tuh, bisa ada kenaikan 200-300 persen ya dari hari biasa. Tapi, waktu puasa kan paling 30-40 persen turun dari hari biasa," jelas Yayang.
Tradisi Tiongkok
Keluarga Yayang adalah salah satu yang pertama mengenalkan tahu di Sumedang.
Kakeknya merupakan warga dari Tiongkok yang bermigrasi ke Sumedang pada awal tahun 1900-an.
Bersama dengan teman-temannya yang juga merupakan perantau dari Tiongkok, mereka biasa makan tahu saat kumpul bersama.
Perlahan, mereka pun memutuskan untuk berjualan tahu. Namun, berbeda dengan tahu di Tiongkok, mereka menggoreng tahu tersebut. Ini adalah cikal bakal dari tahu sumedang.
Selain tahu Palasari milik keluarga Yayang, terdapat gerai tahu sumedang lain yang dikenal sebagai toko tahu sumedang tertua.
Persaingan ketat
Tahu Sumedang Bungkeng, misalnya, yang didirikan pada tahun 1917.
Namun, dengan maraknya penjual tahu sumedang di kota tersebut, baik yang berjualan di toko maupun yang merupakan pedagang kaki lima, bagaimana caranya agar tahu Bungkeng tetap dapat bersaing?
"Kalau ini kan mah, tahunya enggak ada formalinnya, jadi awet dua hari. Jadi beli ke sini mah, karena awet tahunya mah," kata Rega Dewi Kartika, pekerja di toko Bungkeng.
Meski terdapat ratusan penjual tahu sumedang, Dwiyani Logistika Rini tak ingin membeli tahu lain selain tahu Sumedang Bungkeng.
Dwiyani sudah 13 tahun tinggal di Sumedang dan dia enggan membeli sembarang tahu sumedang.
Dwiyani sudah 13 tahun tinggal di Sumedang dan dia enggan membeli sembarang tahu sumedang.
"Udah nyoba ujung ke ujunglah, kebetulan cocok di sini. Semua tahu udah dicobain, kebetulan senang kuliner dengan suami. Jadi cobain satu-satunya, jadi kalau saudara datang, kita bisangasih referensi," tutur Dwiyani.
Tidak dapat dimungkiri, tidak semua pembeli peduli dengan rasa.
Terkadang terdapat pembeli yang membeli produk cenderung berdasarkan lokasi, seperti Aris Sudrajat.
"Ya, yang dekat aja sih yang lumayan enak juga. Kebetulan ini juga yang paling dekat dengan rumah. Kalau rasa sih, tergantung gimana lidah kita aja, kalau menurut saya sih sama sajagitu," ujar Aris.
Oleh karena itu, para pedagang yang harus pandai memutar strategi bagaimana bisnis mereka dapat bertahan.
Yayang contohnya memutuskan untuk menjual makanan lain selain tahu seperti mi dan lontong.
Membuka rumah makan hanyalah salah satu strategi agar pengunjung tetap membeli tahunya.
"Ya, kita menjaga kualitas dan pelayanan. Itu yang utamanya. Dijaga kualitas dengan rasa yang tetap kita pertahankan," kata Yayang.
Sumber :
http://ramadhan.kompas.com/read/2015/07/20/02335681/tahu.sumedang.laris.manis.saat.arus.balik.lebaran